KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak
nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan menyadari begitu banyak nikmat
yang telah didapatkan dari Allah SWT. Selain itu, kami juga merasa sangat
bersyukur karena telah mendapatkan hidayah-Nya baik kesehatan maupun pikiran.
Dengan
nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat menyelesaikan penulisan tugas mata
kuliah TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
dengan topik inti “ Teori Behavioristik
dalam Pembelajaran” ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Kartika Hajati,
M.Pd. Selaku dosen
pengampu mata kuliah TEORI BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN serta semua pihak yang turut membantu proses penyusunan makalah
ini.
Kami
menyadari makalah ini masih bersifat sederhana dan terbatas baik isi maupun
kajiannya.Oleh karena itu,diperlukan saran dan kritik guna memperbaiki
penyusunan makalah selanjutnya.
Demikian, semoga
makalah ini dapat menambah wawasan dan memberi manfaat bagi pembaca dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan pengantar pendidikan.
Majene, Oktober
2018
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar............................................................................. i
Daftar Isi ...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang......................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.................................................................... 1
C. Tujuan....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
1.
Pengertian teori
Behavioristik.................................................. 3
2.
Tokoh – tokoh
Behavioristik.................................................... 4
3.
Ciri teori belajar
Behavioristik................................................. 10
4.
Teori Belajar............................................................................. 10
5.
Kelebihan dan kelemahan
teori belajar Behavioristik.............. 25
6. Aplikasian
teori behavioristik dalam pembelajaran................. 26
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................... 29
B. Saran......................................................................................... 29
Daftar Pustaka.............................................................................. 30
BAB I
PENDAHULUAN
A.
A. Latar Belakang
Dalam perkembangan dan
kehidupan setiap manusia sangat mungkin timbul berbagai permasalahan. Baik yang
di alami secara individual, kelompok dalam keluarga, lembaga tertentu atau
bahkan bagian masyarakat secara lebih luas. Untuk itu di tentukan adanya
bimbingan sebagai suatu usahan pemberian bantuan yang diberikan baik kepada
individu maupun kelompok dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Salah
satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam memberikan bimbingan adalah
memahami individu (dalam hal ini peserta didik) secara keseluruhan, baik
masalah yang dihadapinya maupun latar belakangnya. Sehingga peserta didik
diharapkan dapat memperoleh bimbingan yang tepat dan terarah. Jika ditinjau
dari konsep atau teori Behavioristik tentu berbeda dengan teori lain. Hal ini
dapat dilihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Teori Behavioristik
memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa
menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah
mengontrol stimulas dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang
diinginkan dan guru memberi hadiah siswa yang telah mampu memperlihatkan
perubahan bermakna sedangkan hukuman di berikan kepada siswa yang tidak mampu
memperlihatkan perubahan makna. Untuk memahami peserta didik secara lebih
mendalam, maka seorang pembimbing maupun konselor perlu mengumpulkan bebagai
keterangan atau data tentang peserta didik yang meliputi berbagai aspek
seperti: aspek sosial kultural, perkembangan individu, perbedaan individu,
adaptasi, masalah belajar dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang di maksud dengan teori
behavioristik?
2. Siapa saja Tokoh – tokoh dalam teori
Behavioristik ?
3. Apa saja Ciri – ciri teori belajar Behavioristik?
4. Teori-teori apa saja yang ada dalam
behavioristik?
5. Apa saja kelemahan dan kelebihan
dari teori behavioristik?
6. Bagaimana aplikasian teori
behavioristik dalam pembelajaran?
C C. Tujuan Masalah
1. Dapat mengetahui pengertian teori Behavioristik.
2. Dapat mengetahui tokoh – tokoh yang
berperan dalam teori Behavioristik.
3. Dapat mengetahui ciri – ciri teori
belajar Behavioristik.
4. Dapat menjelaskan teori – teori yang
ada dalam Behavioristik.
5. Dapat menjelaskan kelebihan dan
kelemahan dari teori Behavioristik.
6. dapat mengaplikasian teori
behavioristik dalam pembelajaran
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang
menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara
stimulas dan respon. Teori behavioristik merupakan sebuah teori yang di
cetuskan oleh Gage dan Berliner. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan yang dikenal sebagai
aliran behavioristik.
Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-respnnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya.
Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon. Stimulus adalah segalah hal yang diberikan oleh guru
kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus
dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diukur adalah
stimulasi dan respon. Oleh karena itu sesuatu yang diberikan oleh guru
(stimulas) dan sesuatu yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat di amati
dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat perubahan tingkah laku tersebut terjadi atau tidak.
B. Tokoh – tokoh Behavioristik
1. Ivan Pavlov
Ivan
Petrovich Pavlov dilahirkan di Rjasan pada
tanggal 18 September 1849 dan wafat di Leningrad pada tanggal 27 Pebruari 1936.
Ia sebenarnya bukanlah sarjana psikologi dan tidak mau disebut sebagai ahli
psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Eksperimen
Pavlov yang sangat terkenal di bidang psikologi dimulai ketika ia melakukan
studi tentang pencernaan. Dalam penelitian tersebut ia melihat bahwa subyek
penelitiannya (seekor anjing) akan mengeluarkan air liur sebagai respons atas
munculnya makanan. Ia kemudian mengeksplorasi fenomena ini dan kemudian
mengembangkan satu studi perilaku(behavioral study) yang dikondisikan, yang
dikenal dengan teori Classical Conditioning. Menurut teori ini, ketika makanan
(makanan disebut sebagai the unconditioned or unlearned stimulus – stimulus
yang tidak dikondisikan atau tidak dipelajari) dipasangkan atau diikutsertakan
dengan bunyi bel (bunyi bel disebut sebagai the conditioned or learned stimulus
– stimulus yang dikondisikan atau dipelajari), maka bunyi bel akan menghasilkan
respons yang sama, yaitu keluarnya air liur dari si anjing percobaan. Hasil
karyanya ini bahkan menghantarkannya menjadi pemenang hadiah Nobel. Selain itu
teori ini merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviourisme,
sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian mengenai proses belajar dan
pengembangan teori-teori tentang belajar.
John Watson lahir pada tahun 1878 dan meninggal tahun 1958. Setelah memperoleh gelar master dalam bidang bahasa (Latin dan Yunani), matematika, dan filsafat di tahun 1900, ia menempuh pendidikan di University of Chicago. Minat awalnya adalah pada filsafat, sebelum beralih ke psikologi karena pengaruh Angell. Akhirnya ia memutuskan menulis disertasi dalam bidang psikologi eksperimen dan melakukan studi-studi dengan tikus percobaan. Tahun 1903 ia menyelesaikan disertasinya. Tahun 1908 ia pindah ke John Hopkins University dan menjadi direktur lab psi di sana. Pada tahun 1912 ia menulis karya utamanya yang dikenal sebagai ‘behaviorist’s manifesto’, yaitu “Psychology as the Behaviorists Views it”.
3. Edward Lee "Ted" Thorndike
Edward Lee "Ted" Thorndike (31 Agustus 1874 - 9 Agustus 1949) adalah
seorang Psikolog Amerika yang menghabiskan hampir seluruh kariernya di Teachers
College, Columbia University.Karyanya di bidang Psikologi Perbandingan dan proses pembelajaran membuahkan teori koneksionisme dan membantu meletakkan dasar ilmiah
untuk psikologi pendidikan modern.Dia juga bekerja di
pengembangan sumber daya manusia di tempat industri, seperti ujian dan
pengujian karyawan.Dia adalah anggota dewan dari Psychological Corporation dan
menjabat sebagai presiden dari American Psychological Association pada tahun 1912.Thorndike, lahir di Williamsburg, Massachusetts, adalah anak dari seorang pendeta Metodis di Lowell,
Massachusetts.Thorndike lulus dari The Roxbury (1891), di West Roxbury,
Massachusetts dan Wesleyan University (1895).Ia mendapat gelar MA di Harvard
University pada tahun
1897.
Selama di Harvard, ia tertarik pada
bagaimana hewan belajar (etologi), dan bekerja sama dalam penelitian dengan
William James.Setelah itu, ia menjadi tertarik pada hewan 'manusia', dan
kemudian mengabdikan dirinya demi penelitiannya ini.Tesis Edward hingga saat
ini masih dianggap sebagai dokumen penting dalam ranah ilmu psikologi
komparatif modern. Setelah lulus, Thorndike kembali ke minat awal, psikologi
pendidikan.Pada tahun 1898 ia menyelesaikan PhD-nya di Universitas Columbia di
bawah pengawasan James McKeen Cattell, salah satu pendiri psikometri.
4. Clark Leonard Hull
Clark Leonard Hull dilahirkan di Akron, New York pada 24 Mei 1884. Ia
dibesarkan di Michigan, dan mendiami satu kelas selama bertahun-tahun. Hull
mempunyai masalah kesehatan di mata, mempunyai orang tua yang miskin, dan
pernah menderita polio. Pendidikan yang ditempuhnya beberapa kali terputus
karena sakit dan masalah keuangan. Tetapi setelah lulus, dia memenuhi syarat
sebagai guru dan menghabiskan banyak waktunya untuk mengajar di sekolah yang
kecil (Cherry, 2011).
Setelah
memperoleh bachelor dan gelar master di Universitas Michigan, ia beralih ke
psikologi, dan menerima Ph.D. psikologi di tahun 1918 dari University of
Wisconsin, dimana dia tinggal selama sepuluh tahun sebagai instruktur.
Penelitian doktornya pada "Aspek kuantitatif dari Evolution of
Concepts" telah diterbitkan dalam Psychological Monographs (Cherry, 2011)
5. Burrhus Frederic Skinner
Burrhus Frederic Skinner lahir pada tahun 1904 dan
tumbuh di sebuah kota kecil di Susquehanna, Pennsylvania. Setelah lulus dari
sekolah menengah atas, dia pergi ke Hamilton college di New York. Disana dia
meresa seperti salah tempat, namun akhirnya dia berhasil juga lulus dengan
menyelesaikan tugas akhir di bidang sastra Inggris. Karena ketertarikannya
kepada tingkah laku manusia dan hewan, maka dia pun menyandang gelar
kesarjanaan psikologi di Harvard, tempat dimana dia memulai riset dan
merumuskan ide-idenya tentang pembelajaran. Skinner mengajar di University of
Minnesota (1936-1945), Indiana University (1945-1947), dan Harvard University
(1947 sampai meninggal di tahun 1990).
Karya tulis terakhirnya berjudul about behaviorism diterbitkan pada
tahun 1974. Tema pokok yang mewarnai karya-karyanya adalah bahwa tingkah laku
itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku
itu sendiri.
6. Edwin ray guthrie
Edwin Ray
Guthrie adalah putra pertama dari lima bersaudara yang lahir dari keluarga
berkecukupan, karena Ibunya seorang Guru dan Ayahnya seorang Wiraswastawan.
Beliau dilahirkan di Lincoln, Nebraska pada 9 Januari 1886. setelah lulus dari
sekolah menengah kemudian Guthrie berpindah ke Universitas Nebraska dan lulus
dengan Ijazah Matematika kemudian mengajar matematika di beberapa sekolah
menengah sambil, memperdalam filsafat di Universitas Pennsylvania dan lulus
sebagai doktor. Kemudian dilanjutkan dengan menjadi instruktur pada departemen
filsafat di Universitas Washington. Setelah lima tahun kemudian, ia berpindah
ke departemen psikologi di mana Ia menetap sampai kariernya berakhir.
Pada usia 33 tahun Dr. Guthrie pemenang nobel yang diberikan oleh Asosiasi Psikologi Amerika dalam kategori kontribusi mutakhir. Selama Perang dunia II, Ia pernah menjadi Dekan di Universitas Washington. Departemen Psikologi di sebuah Universitas yang kemudian bangunan tersebut dinamai Gutherie Hall. Guthrie membuat kontribusi yang patut diperhitungkan dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya filsafat, psikologi abnormal, psikologi sosial, pelajaran dan teori psikologi bidang pendidikan. . Salah satu kontribusinya yang paling dikenal adalah teori belajar-nya yang berdasar pada asosiasi.
Pada usia 33 tahun Dr. Guthrie pemenang nobel yang diberikan oleh Asosiasi Psikologi Amerika dalam kategori kontribusi mutakhir. Selama Perang dunia II, Ia pernah menjadi Dekan di Universitas Washington. Departemen Psikologi di sebuah Universitas yang kemudian bangunan tersebut dinamai Gutherie Hall. Guthrie membuat kontribusi yang patut diperhitungkan dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya filsafat, psikologi abnormal, psikologi sosial, pelajaran dan teori psikologi bidang pendidikan. . Salah satu kontribusinya yang paling dikenal adalah teori belajar-nya yang berdasar pada asosiasi.
C.
Ciri – ciri teori Belajar Behavioristik
Adapun ciri ciri
teori belajar Behavioristik antara lain adalah
a. Didalam
memecahkan masalah cirinya akan ada ''trial and error''[mencoba dan
mencoba]
b. Mementingkan
bagian bagian atau elemen yang di pelajari.
c. Mengutamakan
terbentuknya hasil dari belajar tadi.
d. Mementingkan
faktor faktor di sekitar lingkungannya.
e. Mementingkan
terbentunya pola kebiasaan.
f.
Mengutamakan mekanisme
hasil dari reaksi.
g. Mementngkan
latar belakang sebab sebelumnya[yang lalu].
D.
Teori
Belajar
1.
Teori
belajar Ivan Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
adalah seorang behavioristik terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif
stimulus-respons dan hal ini yang dikenang darinya hingga kini. Classic
conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang
ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli
dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan.
Ia menemukan bahwa ia dapat
menggunakan stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar untuk membentuk
perilaku (respons). Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain
tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala
kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran,
peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau
rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.Bertitik
tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu,
perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian
Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala
kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Eksperimen Pavlov:
Berikut adalah tahap-tahap
eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:
Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan
sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur
(UCR).
Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel
maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.
Gambar ketiga.Sehingga dalam eksperimen ini anjing
diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih
dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian
makanan.
Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan
secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa
diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya
air liur dari mulutnya (CR).
Dalam ekperimen ini bagaimana cara
untuk membentuk perilaku anjing agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon
dengan mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada
awalnya (gambar 2) anjing tidak merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.
Jika anjing secara terus menerus
diberikan stimulus berupa bunyi bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa
diberikan sebuah hadiah berupa makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi
(bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut
dengan extinction atau penghapusan.
Pavlov mengemukakan empat peristiwa
eksperimental dalam proses akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
- Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa
lingkungan yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks
organismik. Contoh: makanan
- Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan
yang bersifat netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS).
Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus
tidak terkondisi berupa makanan.
- Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang
ditimbulkan secara otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air
liur
- Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan
muncul akibat dari penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur
akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Kesimpulan yang didapat dari
percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada
rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya
proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya
dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan
dengan rangsang berkondisi. Dengan kata lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat
dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian
dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar (unconditioned
refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat dan refleks
bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar air
liur karena menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov
terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
- Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang
dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah
satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya
akan meningkat.
- Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang
dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka
kekuatannya akan menurun
Demikianlah maka menurut teori conditioning
belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya
syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response).
Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat
tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah
adanya latihan-latihan yang continue (terus-menerus). Yang diutamakan
dalm teori ini adalah hal belajar yeng terjadi secara otomatis.
Menilik psikologi behavioristik
menggunakan suatu pendekatan ekperimental, refleksiologis objektif Pavlov tetap
merupakan model yang luar biasa dan tidak tertandingi.
2.
Teori Belajar Thorndike
Menurut
thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulas dan respon. Dan
perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud
konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak diamati.
Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectionism). Belajar
merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antaran peristiwa-peristiwa
yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).
stimulus
adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah
sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dalam eksperimennya,
Thorndike menggunakan kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box)
tersebut diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons,
perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui
usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan- kegagalan (error)
terlebih dahulu.
Bentuk
paling dasar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting
learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori
belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Dari percobaan ini Thorndike
menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut.
a . Hukum Kesiapan (law of readiness)
Yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku
tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung
diperkuat.
b . Hukum Latihan (law of exercise)
Yaitu semakin sering tingkah laku
diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip
law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan prangsang)dengan
tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah
bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga
prinsip dari hukum ini menujukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah
ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
c. Hukum Akibat (law of effect) Yaitu stimulus
respon cenderung diperkuat bila akibatnya
menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini
menujuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan.
Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan
lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak
menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulang Teori ini di sebut
dengan teori S-R. dalam teori S-R dikatakan bahwa dalam proses belajar, pertama
kali organisme (hewa, orang)belajar dengan cara coba salah (trial and error).
Kalau organisme berada dalam situasi yang mengandung masalah, maka organisme itu
akan mengeluarkan serentakan tingka laku dari kumpulan tingkah laku yang ada
padanya untuk memecahkan masalah itu.
Berdasarkan
pengalaman itulah, maka saat menghadapi masalah yang serupa, organisme sudah
tahu tingkah laku mana yang harus dikeluarkannya untuk memecahkan masalah. Ia
mengasosiasikan suatu masalah tertentu dengan suatu tingkah laku tertentu.
Seokor kucing misalnya, yang di masukkan dalam kandang yang terkunci akan
bergerak, berjalan, meloncat, mencakar dan sebagainnya sampai suatu saat secara
kebetulan ia menginjak suatu pedal dalam kandang itu sehingga kadang itu
terbuka. Sejak itu kucing akan langsung menginjak pedal kalau ia di masukkan
dalam kandang yang sama.
Pada
mulanya, pendidikan dan pengajaran di amerika serikat di dominasi oleh pengaruh
dari Thorndike (1874-1949)teori belajar Thorndike di sebut “connectionsm”
karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan
respon. Karakteristik belajar secara mencoba-coba dalah sebahai berikut:
a. Adanya motif pada diri seseorang
yang mendorong untuk melakukan sesuatu.
b. Seseorang berusaha melakukan
berbagai macam respon dalam rangka
memenuhi motif-motifnya.
c. Respon-respon yang dirasakan tidak
sesuai dengan motifnya akan menghilang.
d. Akhirnya seseorang mendapatkanjenis
respon yang paling tepat.
3.
Teori belajar Watson
pada tahun
1908 ia menjadi professor dalam psikologi eksperimenal dan psikologi komparatif
di john Hopkins university di Baltimore dan sekaligus menjadi direktur
laboratorium psikologi di universitas tersebut. Antara tahun 1920-1945 ia
meninggalkan university dan bekerja dalam bidang psikologi konsumen. John
Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di amerika serikat. Karyanya
yang paling di kenal adalah “psychology as the behaviourist view it” (1913).
Menurut Watson dalam beberapa karyanya, psikologi haruslah menjadi ilmu yang
obyektif, oleh karena itu ia mengakui adanya kesadaran yang hanya di teliti
melalui metode introspeksi.
Watson juga
berpendapat bahwa psikologi harus dipelajari seperti orang mempelajari ilmu
pasti atau ilmu alam. Oleh karena itu, psikologi harus dibatasi dengan ketat
pada pnyelidikan-penyelidikan tentang tingkah laku yang nyata saja. Meskipun banyak
kritik terhadap pendapat Watson, namun harus diakui bahwa pearan Watson tetap
dianggap penting, karena melalui dia berkembang metode- metode obyektif
psikologi. Peran Watson dalam bidang pendidikan juga cukup penting. Ia
menekankan pentingnya pendidikan dalam perkembangan tingkah laku. Ia percaya
bahwa dengan memberikan kondisioning tertentu dalam proses pendidikan, maka
akan dapat membuat seorang anak yang mempunyai sifat- sifat tertentu. Ia bahkan
memberikan ucapan yang sangat ekstrim untuk mendukung pendapatnya tersebut,
dengan mengatakan “Berikan Kepada Saya Sepuluh Orang Anak, Maka Saya Akan
Jadikan ke Sepuluh Anak itu Sesuai Dengan Kehendak Saya”. Teori belajar Watson
S-R (stimulus- respon) yang langsung ini di sebut juga dengan koneksionisme menurut
Watson, nsmun dalam perkembangan besarnya koneksionisme juga dikenal dengan
psikologi behavioristik.
Stimulus dan
respon (S-R)tersebut memang harus dapat di amati seperti perubahan mental itu
penting, namun menurutnya, tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut
sudah terjadi apa belum. Dengan asumsi demikian, dapat diramalkan perubahan apa
yang akan terjadi pada anak. Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok
behaviorisme ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Segalah perilaku manusia
sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang
menbentuk kepribadian manusia. Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan
norma-norma pada manusia. Apakah seorang manusia tegolong baik, tidak baik,
emosional, rasional ataupun irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku
manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi
tersebut harus diamati dari luar. Belajar dalam teori behaviorisme ini
selanjutya di katakana sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang
dari luar dengan respons yang di tampilkan oleh individu. Respon tertentu akan
muncul dari individu, jika di beri stimulus, dari luar. S singkatan dari
stimulus dan R singkatan dari respon. Menurut Watson, belajar merupakan proses
interaksi antara stimulis dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud
harus berbentuk tingkah laku yang dapat di amati dan dapat diukur.
Dengan kata
lain, meski ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang
selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai factor yang
tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan- perubahan mental
dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan
apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
Demikian
juga jika stimulus dilakukan secara terus-menerus dan dalam waktu yang cukup
lama, akan berakibat perubahan perilaku individu. Misalnya dengan hal
kepercayaan sebagian masyarakat tentang obat-obatan yang di iklankan di
televise. Mereka sudah tahun dan terbiasa menggunakan obat-obat yang secara
gencar ditayangkan di televise. Jika orang sakit maag maka obatnya adalah
promag, waisan, Mylanta ataupun obat-obat liannya yang sering di iklankan di
televise. Jenis obat lain tidak perna di gunakannya untuk penyakit maag tadi,
padahal mungkin saja secara higenis obat yang tidak tertampilkan, lebih manjur,
misalnya: syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah
adanya unsur dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respon dan penguatan
(reinforcement).
4.
Teori Belajar Clark Hull Clark L. Hull
(1884-1952)
meraih gelar
ph.D. dari university of Wisconsin pada tahun 1918, tempat dia mengajar dari
1916 sampai 1929 dia pindah ke yale dan tetap di sana sampai ia meninggal.
Embbinghaus adalah orang yang pertama menggunakan eksperimen untuk meneliti
proses belajar, tetapi Clark Hull adalah orang pertama yang menggunakan teori
yang kukuh untuk mempelajari dan menjelaskan proses belajar. Teori Clark Hull
disajikan pada tahun 1952 dalam buku berjudul “A Behavior System”. Dia
bermaksud menulis ketiga tentang belajar, tetapi niatnya tidak pernah terwujud.
Setiap teori ilmiah hanyalah alat yang membantu pariset dalam mensintensiskan
fakta dan dalam memahami kemana mesti mencari informasi baru. Nilai dasar dari
teori ditentukan oleh seberapa kuatnya ia bersesuaian dengan fakta yang
teramati atau atau dengan hasil eksperimen.
Otoritas
utama dalam ilmu pengetahuan ilmiah adalah dunia empiris. Meskipun teori Clark
Hull dapat abstrak, ia tetap harus memberi pernyataan tentang kejadian yang
dapat di amati. Seberapapun abstraknya suatu teori, ia pada akhirnya
menghasilkan proposisi yang dapat diverifikasi secara empiris. Clark Hull juga menggunakan
variable hubungan antaran stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian
tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin.
Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama
untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori ini mengatakan
bahwa kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh bagian manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selaluh
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul akan
bermacam macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak
menggunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah skinner memperkenalkan
teori hull masih sering digunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.
Teori
belajar yang di kembangkan oleh Clark Hull sama dengan para ahli fungsionalis
lainnya, yaitu menggunakan tipe belajar hubungan stimulus-respon (S-R). menurut
pandangan ini, belajar tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi karena adanya hubungan
S-R, perilaku juga dipengaruhi oleh sesuatu proses yang terjadi dalam diri
organisme, yang tidak dapat diamati. Variable ini kemudian dikenal dengan nama
variable interving (intervening variable). Clark Hull mengikuti jejak Thorndike
dalam usahannya mengembangkan teori belajar. Prinsip-prinsip yang digunakan
mirip dengan apa yang di kemukakan oleh para behavior, yaitu yaitu dasar
stimulus dan adanya penguat (reinforcement). Clark Hull mengemukakan teorinya
yaitu bahwa suatu kebutuhan atau keadaan terdorong (oleh motif, tujuan, maksud,
aspirasi dan ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu
respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan.
Dalam hal
ini, efesiensi belajar tergantung ada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan
motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar oleh respon-respon yang dibuat
individu. Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar Clark Hull adalah
adanya motivasi intensif (incentive motivation) dan pengurangan stimulus
pendorong (drive stimulus reduction).
Penggunaan
secara praktis teori belajar Clark Hull untuk kegiatan di dalam kelas adalah
sebagai berikut:
a) Teori belajar berdasarkan pada
drive-reduction atau drive stimulus reduction.
b) Instruksional objektif harus di
rumuskan secara spesifik dan jelas.
c) Ruang kelas harus di atur sedemikian
rupa sehingga memudahkan terjadinya proses belajar.
d) Pelajaran harus dimulai dari yang
sederhana atau mudah menuju kepada yang lebih kompleks atau sulit.
e) Kecemasan harus ditimbulkan untuk
mendorong kemauan belajar, latihan harus didistribusikan dengan hsti-hati
supaya tidak terjadi inhibisi (kelelahan tidak boleh mengganggu belajar).
f) Urutan mapel harus diatur sedemikian
rupa sehingga mapel yang terdahulu tidak menghambat, tapi justru harus menjadi
perangsang yang mendorong belajar mapel berikutnya.
Mekanisme
belajar ada tiga macam variable teori Clark Hull yaitu: a. Variable bebas
(independen) yang merupakan kejadian stimulas secara sistematis dimanipilasi
oleh eksperimenter
a) Variable pengintervensi (intervensing),
yakni proses yang di anggap terjadi da dalam organisme tetapi tidak dapat di
amati secara langsung.
b) Variable terikat (dependen) yakni
beberapa aspek dari perilaku yang di ukur oleh eksperimenter dalam rangka
menentukan apakah variable bebas punya efek atau tidak Walaupun Clark Hull
sangat hati-hati dengan membatasi teorinya dan implikasinya, kita juga bisa
mengeksplorasi implikasi teori Clark Hull untuk pendidikan. Teori belajar Clark
Hull adalah reduksi dorongan atau reduksi stimulus dorongan. Menurutnya belajar
melibatkan dorongan yang dapat direduksi.
5.
Teori belajar Skinner
Menurut pandangan B. F. Skinner
(1958), belajar merupakan suatu proses atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progressif. Pengertian belajar ialah suatu perubahan dalam
kemungkinan atau peluang terjadinya respons. Skinner berpendapat bahwa ganjaran
merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses belajar, tetapi istilahnya
perlu diganti dengan penguatan. Ganjaran adalah sesuatu yang menggembirakan,
sedangkan penguatan adalah sesuatu yang mengakibatkan meningkatkatnya suatu
respon tertentu. Penguatan tidak selalu berupa hal yang menggembirakan, tetapi
dapat terjadi sebaliknya.
Penguatan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif adalah
sesuatu yang cenderung meningkatkan pengulangan tingkah laku, sedangkan
penguatan negatif adalah sesuatu yang jika dihapuskan cenderung menguatkan
tingkah laku. Sebagai contoh penguatan positif adalah memberikan pujian terhadap
siswa yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik, atau menunjukkan raut muka
cemberut kepada siswa yang tidak dapat menyelesaikan tugas. Pujian dan raut
muka cemberut tadi merupakan penguatan positif karena akan mendorong siswa
belajar lebih giat lagi. Pada saat guru bercerita tentang kisah seorang petani
melerai anak-anaknya (kakak beradik) yang sedang bertengkar, para siswa
mendengarkan dengan serius. Saat itu ada beberapa siswa di luar kelas sedang
ramai bergurau sehingga mengganggu perhatian siswa yang serius mendengarkan
cerita guru tadi. Guru berhenti cerita dan keluar sebentar, tak lama kemudian
siswa yang bergurau tadi diam dan pergi menjauhi kelas.
Guru meneruskan cerita, siswa dapat
lebih konsentrasi mengikuti jalan cerita yang disampaikan guru tersebut.
Menghilangkan suara gaduh di luar kelas itu merupakan salah satu contoh
penguatan negatif. Skinner membedakan respon menjadi dua macam, yaitu
respondent conditioning dan operant conditioning. Respondent conditioning
adalah respon yang diperoleh dari beberapa stimulus yang teridentifikasi, dan
respon tersebut bersifat relatif tetap. Sebagai contoh, seorang siswa diberi
soal sederhana dan siswa dapat menyelesaikannya sendiri. Dengan peristiwa ini,
siswa merasa yakin atas kemampuannya, sehingga timbul respon mempelajari
hal-hal berikutnya yang sesuai atau kelanjutan dari apa yang dapat dia
selesaikan tadi.
Dalam hal ini, Hudoyo (1990)
menyatakan bahwa stimulus berupa masalah itu dapat diibaratkan sebagai makanan
yang dapat menimbulkan keluarnya air liur. Hudoyo (1990) selanjutnya mengatakan
bahwa stimulus yang demikian pada umumnya mendahului respon yang ditimbulkan.
Belajar dengan respondent conditioning ini hanya efektif jika suatu respon
timbul karena kehadiran stimulus tertentu. Seorang siswa belajar dengan
sunguh-sungguh sehingga saat ulangan dia bisa menyelesaikan hampir semua soal
yang diberikan sehingga mendapatkan nilai yang bagus.
Dengan nilai yang bagus ini dia
merasa sangat senang dan dalam hatinya ia berniat untuk belajar lebih giat lagi.
Dalam hal ini, nilai yang bagus itu merupakan operant coditioning. Jadi operant
conditioning adalah suatu respon terhadap lingkungannya yang diikuti oleh
stimulus-stimulus tertentu. Perlu Anda ketahui bahwa Teori Skinner sangat besar
pengaruhnya terhadap pendidikan, khususnya dalam lapangan metodologi dan
teknologi pembelajaran. Program- program inovatif dalam bidang pengajaran
sebagian besar disusun berdasarkan teori Skinner (Sudjana dan Rivai, 2003).
Hukum-hukum belajar dari Skinner
yaitu:
- Law of Operant Conditioning, jika timbulnya prilaku
diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan prilaku tersebut akan
mengikat.
- Law of Operant Extinction, jika timbulnya prilaku
operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak
diiringi stimulus penguat, maka kekuatan prilaku tersebut akan menurun
bahkan akan menghilang.
Dengan demikian teori belajar
menurut Skinner hampir sama dengan teori yang sampaikan Thorndike, hanya
istilah ganjaran perlu diganti dengan penguatan, yang dibedakan menjadi dua
yaitu penguatan positip dan penguatan negatif. Sesuai dengan contoh tersebut
kiranya tidak sukar bagi Anda untuk memanfatkan teori ini dalam pembelajaran
yang anda lakukan.
6.
Teori belajar Edwin Guthrie
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Azas belajar Guthrie
yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang
disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
gerakan yang sama. Hukum kontiguiti adalah satu prinsip asosionisme yaitu
respon atas suatu situasi cendrung diulang, bilamana individu menghadapi suatu
yang sama. Kunci teori guthrie terletak pada prinsip tunggal bahwa kontiguitas
merupakan fondasi pembelajaran. Guthrie juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar.
Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah
perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena
itu dalam kegiatan belajar peserta
didik perlu sering diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon
bersifat lebih kuat dan menetap dan karena itu pula diperlukan pemberian
stimulus yang sering agar hubungan itu menjadi lebih langgeng. Selain itu,
suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) bila respon
tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus. Hukum tersebut
diusulkan oleh Guthrie karena menganggap kaidah yang dikemukakan oleh Thorndike
dan Pavlov terlalu rumit dan berlebihan. Thorndike mengemukakan bahwa, jika
respons menemukan kondisi yang memuaskan maka koneksi S-R akan menguat. Disisi
lain Pavlov mengemukakan dengan hukum belajarnya dengan model kondisional
berupa CR-CS-US-UR. Unsur- unsur itulah yang dianggap oleh guthrie
berlebihan.
Stimulus dan respon cendrung bersifat sementara, persetujuan umum di
kalangan psikolog, bahwa kontiguitas stimulus dan respon merupakan kondisi yang
penting bagi proses belajar, maka dari itu diperlukan pemberian stimulus yang
sering, agar hubungan itu menjadi lebih langgeng, suatu respon akan lebih kuat
dan menjadi kebiasaan bila respon tersebut berhubungan dengan berbagaimacam
stimulus, situasi belajar merupakan gabungan stimulus dan respon, akan tetapi
asosiasi ini bisa benar dan bisa salah. Meskipun Guthrie menekankan
keyakinannya pada hukum kontiguitas di sepanjang karirnya, dia menganggap akan
keliru jika kita menganggap asosiasi yang dipelajari sebagaian hanya asosiasi
antara stimuli lingkungan dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian di
lingkungan dan responsnya terkadang dipisahkan oleh satu interval waktu, dan
karenanya sulit untuk menganggap keduanya sebagai kejadian yang bersamaan.
Guthrie selanjutnya mengatasi problem tersebut dengan mengemukakan adanya
movement-product stimuli (stimuli yang dihasilkan oleh gerakan), yakni
disebabkan oleh gerakan tubuh. Contohnya, ketika mendengar telepon berdering
kita berdiri dan berjalan mendekati pesawat telepon. Sebelum kita sampai ke
pesawat telepon, suara deringan tersebut sudah tidak lagi bertindak sebagai
stimulus. Kita tetap bergerak karena ada stimuli dari gerakan kita sendiri menuju
pesawat telepon.
E.
Kelebihan dan kelemahan teori
belajar Behavioristik
Kelebihan Teori Belajar Behaviorisme
a) Guru
tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti
contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui stimulasi.
b) Bahan
pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks
c) Tujuan
pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian
suatu ketrampilan tertentu.
d) Pembelajaran
berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati dan jika terjadi
kesalahan harus segera diperbaiki.
e) Pengulangan
dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
f) Metode
behavioristik ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan,
spontanitas, kelenturan, rafleks, daya tahan dan sebagainya contohnya:
percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang,
olahragam dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih
anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi
dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
Kekurangan Teori Belajar
Behavioristik
a) Pembelajaran
siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik,
dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
b) Mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran
yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa sebagai sentral, bersikap otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus
dipelajari murid.
c) Murid
dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan guru.
d) Murid
hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
e) Penggunaan
hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh begavioristik justru dianggap
metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
F.
Aplikasian
Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aplikasian teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa
hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajaran, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak
pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,
tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga
belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah
ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna
yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran,
pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan
penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum
yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat
diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam
proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik
dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas
bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan
seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar
atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada
di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut
teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar
sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.
Pembelajaran dan evaluasi
menekankan pada hasil belajar.Evaluasi menekankan pada respon pasif,
ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test.
Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar
menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang
sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan pebelajar secara individual
BAB III
PENUTUP
A.
A. KESIMPULAN
Konseling Behavioral adalah salah satu dari
teori-teori konseling yang ada pada saat ini. Konseling behavioral merupakan
bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan
perhatiannya pada perilaku yang tampak. Hal yang paling mendasar dalam
konseling behavioral adalah penggunaan konsep-konsep behaviorisme dalam pelaksanaan konseling.
Tujuan konseling behavioral yaitu membantu menciptakan
kondisi dan lingkungan baru agar klien mampu belajar merubah perilakunya dalam
rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Salah sumbangan penting dari terapi
behavioristik adalah cara yang sistematik, metode-metode dan tehnik-tehnik
terapeutiknya telah menjadi subjek bagi pengujian eksperimental. Para terapis
ini melandaskan pendekatan mereka pada 3 variabel: pengenalan yang cermat atas
tingkah laku yang maladaptif, prosedur-prosedur treatment, dan pengubahan
tingkah laku. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya
perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila
dikenai hukuman.
B. SARAN
Bentuk terapi konseling
yang dibahas dalam makalah singkat ini dapat digunakan untuk terapi klien yang
mengalami permasalahan dalam bertingkah laku. Dalam penerapan model konseling
ini hendaknya konselor memiliki keahlian dan kerampilan yang benar-benar sesuai
dan profesional pada bidangnya..
DAFTAR PUSTAKA
Handayani. Hani. 2015. Makalah Teori Behavioristik. (online)
https://hanihandayani96.wordpress.com/2015/04/21/makalah-teori- behavioristik/
diakses 28
oktober 2018
Mulyana. Aina. 2016. Pengertian Belajar . (online)
http:ainamulyana.blogspot.com/2016/06/pengertian-belajar-dan-pengertian/ diakses 28 0ktober 2018
Fadlibae.
2010. Teori Belajar Behavioristik John
Watson. (online)
https://fadlibae.wordpress.com/2010/03/24/teori-belajar-behavioristik-john- watson-1878-1958/ diakses 28 oktober 2018
Musafir. 2010. Biodata
Tokoh. (online)
Anonim. 2013. Teori belajar Behaviorisme Clark. (online)
Azizah. 201
Tidak ada komentar:
Posting Komentar